Minggu, 08 Februari 2015

Musik Dangdut Sebagai Degradasi Gender

Dangdut adalah salah satu aliran musik yang tidak asing lagi di masyarakat, dangdut kita ketahui sebagai musik yang merakyat sejak berdirinya Negara indonesia. dangdut adalah salah satu gengre musik yang berkembang di Indonesia, gengre musik dangdut berakar dari musik melayu sekitar tahun 1940-an.
seiring dengan perkembangan zaman musik dangdut terpengaruh dengan unsur-unsur musik india dari segi permainan gendang sama seperti tabla juga pada cengkok dan harmonisasinya.
Sejak tahun 1970-an musik dangdut boleh dikatakan telah matang dengan bentuknya yang menghibur dan dikelompokkan sebagai musik populer di Indonesia. Musik “dangdut” merupakan onometope dari suara permainan tabla yang seing di sebut kendang yang khas dan didominasi dengan bunyi Dang dan Ndut sehingga penamaan tersebut dikenali hingga populer dimasyarakat.
Dari perkembangan musik dangdut sampai pula kepelosok-pelosok daerah seperti Makassar dan daerah lainnya seperti di jeneponto bagian timur kota Makassar.
Musik dangdut yang terdapat di kabupaten jeneponto lebih banyak mengalami perkembangan baik dari audio maupun visiualnya, perkembangan begitu cepat berlangsung berdasar dari ide-ide kreatif pelaku untuk meningkatkan minat pasar. Artinya perkembangan musik dangdut ini adalah salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan dari segi ekonimi, saat ini dapat kita lihat beberapa perkembangan seperti dalam penyajian dangdut dari keyboard tunggal atau di sebut elektone yang menggunakan kaset ataupun flash disk sebagai media untuk menyimpan file musik.
 penyajian musik dangdut di jeneponto rata-rata menggunakan minus one kemudian ditambah dengan variasi melodi dengan bunyi instrument yang beragam sesuai kebutuhan lagunya.
Ini salah satu cara untuk memudahkan pertunjukan tersebut, karena dari segi personil elektone hanya membutuhkan satu orang pemain, berbeda dengan orkes dangdut yang lengkap instrumentnya. Adapun perkembangan lainnya dapat kita lihat dari segi penyanyi atau biduannya yang kebanyakan adalah perempuan yang menggunakan pakaian lebih terbuka atau lebih sexy, dengan tujuan menarik minat laki-laki sebagai penontonnya.
bila ditinjau dari aspek sosial pada dasarnya laki-laki lebih mendominasi kaum wanita,dimana wanita hanya sebagai penghibur bagi laki-laki,tanpa disadari dalam pertujukan musik dangdut terdapat degradasi moral terhadap wanita untuk mencapai kebutuhan ekonomi.
 Di sini perlu penalaran bahwa didalam fenomena musik dangdut ada ketidak stabilan sistem mengenai eksistensi gender yang bersifat politik dan intektual terhadap kedudukan wanita yang dapat berdampak kemasyarakat umum .
fenomena tersebut juga membentuk paradigma masyarakat bahwa musik dangdut yang paling menghibur sehigga dalam upacara adat, musik dangdut lebih disukai dibanding musik local. Secara tidak sadar musik sebagai kebudayaan lokal juga mengalami pergeseran dimasyarakat yang akhirnya menimbulkan jarak.
secara sosiologis kebudayaan lokal merupakan suatu cara untuk melanggengkan kestabilan sistem nilai moral yang dapat melindungi suatu masyarakat atau suku bangsa tertentu. Kebudayaan lokal atau tradisi sangat berharga dan mutlak keberadaannya, ketika iya pada satu tatanan menjadi ciri karateristik yang khas untuk menandai adanya eksistensi suatu kelompok masyarakat tertentu .

Didalam penyajian karya seni adalah representasi, karena memang dalam proses pengembangan atau proses penciptaan seni bersinggungan dengan kenyataan objektif atau kenyataan dalam dirinya . Perspektif penulis dalam perkembangan musik dangdut ini lebih berfikir representasi tentang sensulitas untuk menarik minat penikmat dan merangsang imajinasi dengan cara mengesploitasi wanita atau menggunakan penyanyi wanita yang berpakaian lebih terbuka.

Berangkat dari pernyataan di atas, maka masyarakat dikabupaten jeneponto memerlukan sistem atau strategi kebudayaan untuk mencegah globalisasi yang dapat menghilangkan humanisasi manusia, demi mempertahankan kearifan lokal yang dapat menyeimbangkan moral ataupun kearifan lokal agar nilai-nilai kemanusia tetap terjalin. Ketika seniman atau pelaku musik dangdut dimasyarakat jeneponto masih mengikuti sistem perekonomian saat ini, maka suatu saat akan menimbulkan efek negatif terhadap anak-anak zaman sekarang.
Dapat dilihat di wilayah jeneponto anak-anak usia 4tahun keatas sudah banyak meniru goyang serta syair-syairnya seperti goyang Inul dan syair “buka siti joss” sudah populer di jeneponto bahkan banyak diantaranya orang tua sendiri yang mengucapkan sehingga anak-anak juga mengikutinya.

 Perlu disadari bahwa setiap individu dalam pertumbuhannya dicetak dimana dia lahir, begitu juga sebaliknya. setiap individu di sepanjang kehidupan juga memberikan sumbangan untuk mewarnai masyarakat lainnya. Tidak ada sifat manusia yang terpisah dengan lingkungan dan masyarakatnya dimana manusia itu berada. sifat manusia dibentuk dengan masyarakat dan lingkungannya .

Beberapa musik di Indonesia juga dapat meransang menimbulkan paradigma yang positif yang mengandung nasehat-nasehat atau motivasi terhadap masyarakat penikmatnya. Musik dangdut perlu di lestarikan karena salah satu musik ciri khas di Indonesia, namun jangan sampai larut dalam sistem ekonomi, saat ini pelaku musik dangdut di jeneponto banyak mengesploitasi wanita hanya untuk menuhi kebuthan ekonominya . Sistem ekonomi modernitas saat ini sangat berpengaruh terhadap paradigma masyarakat, misalnya wanita usia 16-25 tahun rata menggunakan fasilitas hidup yang mewah, seperti hp, pakaian, dan peralatan lainnya Sehingga wanita yang kurang dari segi ekonomi menganggap bahwa adalah suatu tuntutan zaman yang harus dicapai sehingga masuk dalam rana hiburan (pertunjukan musik dangdut) rela menjadikan tubuhnya sebagi media hiburan untuk mencapai kebutuhannya agar tidak terlihat ketinggalan zaman. Dalam uraian diatas timbul suatu pernyataan bahwa ekonomi modernitas saat ini menimbulkan paradigma bagi pelaku musik dangdut yang mengesploitasi wanita hanya untuk meraih keuntungan secara komersial .

DAFTAR PUSTAKA


-Hardjana Suka, 2004. Musik Antara Kritik dan Apresiasi, Jakarta: Buku Kompas.

-S. Tunner Bryan, 2012. Teori Sosial Klasik Sampai Postmodern, Yogyakarta: Celeban Timur UH III.

-Rahim Rahman, 1992. Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, Hasanuddin University

-Rahman Nurhayati, 2012. Suara-Suara Dalam Lokalitas, Makassar: Jl. Perintis Kemerdekaan.

-( Riand Ramadani, 25 tahun. Penikmat Seni Musik Dangdut, Prancak dukuh)

-(Putra Faizal, 22 tahun. Penikmat Seni Dangdut, Prancak Dukuh)

-(Andi Ahmad Alif Tengri Dolong, 22 tahun. Kontrakan Sigit sip Sewon Bantul)
Musik Dangdut Sebagai Degradasi Gender Di Jeneponto

Oleh:
Dita
1210444015
JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKANf
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar