Sabtu, 04 Juli 2015

Empat Hari Melihat Upaya-Upaya Desa Tenganan Pegringsingan Dalam Merekontruksi Identitas Budaya Melalui Aturan-Aturan Adat


Empat Hari Melihat Upaya-Upaya Desa Tenganan Pegringsingan Dalam Merekontruksi Identitas Budaya Melalui Aturan-Aturan Adat
Oleh: Dita
Perilaku manusia merupakan suatu rangkaian budaya yang saling berkaitan antara manusia dan lingkungan untuk memperthankan keberlangsungan hidup baik secara kelompok maupun secara individu. perilaku manusia juga tidak terlepas dengan ideologi-ideologi yang menjadi prinsip dasar serta menjadi faktor besar yang mendorong berjalannya interaksi sosial. ideologi kelompok masyarakat yang menjadi konsep besar untuk merekontruksi nilai budaya dalam kelompok masyarakat tertentu.
mempertahankan perilaku atau adat istiadat dalam kelompok masyarakat bukan hal yang mudah, apalagi dengan kuatnya arus globalisasi yang dapat menggiring atau menciptakan ideologi baru sehingga dapat berpengaruh pada perilaku manusia yang sudah dianggap baku pada zamannya. setiap perilaku manusia dalam kelompok masyarakat tentunya berlandakan pada prinsip-prinsip dasar baik dari segi moral dan ikatan adat-istiadat yang sudah terbentuk dan terkonsep dalam pradigma setiap individu masyarakat.
Desa tenganan pegringsingan merupakan desa yang masih kuat pada adat istiadat yang sejak lama terbentuk, masyarakatnya masih patut pada aturan-aturan lokalitas dan masih meyakini mitos-mitos yang turun-temurun hingga berakar dan menjadi keyakinan setiap individu masyarakat. desa tenganan pegringsingan masih patut akan aturan-aturan adat dan masih meyakini akan adanya kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dirasionalkan. hal demikian sangat terlihat dengan muculnya ikon-ikon yang berbeda dengan ikon-ikon yang terdapat wilayah lain. perbedaan yang paling nampak jika dilihat dari bangunan dimana bentuk tersebut masih tergolong  sederhana dan berberapa bangunan yang masih bersifat mistis. bangunan yang berjejer sepanjang jalan masih sangat disakralkan karena masih berdasar pada fungsi setiap  bangunan.
bangunan yang berjejer setelah memasuki gerbang desa tenganan adalah bangunan tempat ritual. bangunan atau Bale (bale-bale). bale adalah tempat belangsungnya prosesi atau upacara adat, dari sekian banyak bale yang berjejer mempunyai fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan upacara adat tersebut.
banyak hal yang menarik yang dapat kita jumpai ketika berkunjung ke desa tenganan dimana upacara adat yang begitu banyak serta ikon-ikon yang terlihat kuno dijadikan properti sebagaimana selayaknya wilayah parawisata karena kuno yang kita kenal itu menjadi moderen buat masyarakat tenganan.
pada awalnya berkunjung ke desa tenganan, penulis merasa bahwa masyarakatnya begitu ketinggalan jaman dimana mereka masih mengagungkan benda-benda lama dan mengistimewahkan yang kuno, tetapi beberapa hari kemudian anggapan ini berbalik arah dan bahkan berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tersebut tidak ketinggalan, dimana terlihat ketika diajak bicara dari segi wawasan mereka luar biasa dan bahkan cara berpakaian jika tidak melaksanakan upacara ataupun saat bersantai-santai juga tidak ada bedanya dengan masyarakat yang di anggap sebagai masyarakat dalam kota maju.
meski demikian diatas tetapi yang namanya upacara adat itu tetap dijalankan dengan baik dan hal demikian yang menarik dimana masyarakat yang sebenarnya moderen tetapi tetap mentradisikan dirinya.
Desa tenganan pegringsingan terletak tidak jauh dari Ibu kota karangasem. berada di lembah kedua bukit tenganan. jika dilihat dari letak wilayah desa tenganan pegringsingan termasuk dalam akses arus globalisasi karena letaknya tidak begitu jauh dari kota. ketika dilihat secara kasat mata maka desa tenganan mempunyai keunikan dimana masyarakatnya masih mampu mempertahankan tradisi-tradisi lama hingga sekarang.
upacara-upacara adat masih menjadi rutinitas yang wajib dilaksanakan oleh masayarakat pegringsingan, ideologi masyarakat masih sangat meyakini akan adanya kekuatan-kekuatan alam yang irasional bukan hanya pelaksanaan upacara adat bahkan pola-pola kehidupan yang tradisi masih dipertahankan, dapat dilihat dari segi bangunan rumah, keseluruhan masih menggunakan atap yang berasal dari anyaman sebagai hasil kreatif masyarakat lokal. sangat jarang bangunan yang terdapat ditenganan pegringsingan menggunakan atap yang terbuat dari genteng ataupun dari seng. selain itu bentuk bangunan tidak mempunyai lantai yang bertingkat seperti rumah pada umunya yang ada pada wilayah yang dipadati penduduk. bentuk bangunan masih sangat sederhana mulai dari pagar masih sederhana dan model rumahnya sangat terikat pada aturan adat yang sudah ada. bentuk rumah masyarakat tenganan pegringsingan juga terpengaruh dengan fungsinya. setiap bagian rumah ada beberapa bagian yang wajib diadakan. misalnya pagar yang berbentuk bangunan bali kuno dan ruang depan sebagai tempat sesajian setiap harinya.
mengenai sesajian masyarakat bali pada umumnya masih menggunakan sesajian, baik dari dalam desa tenganan maupun diluar. sesajian terdapat dimana-mana seperti dipinggir jalan, depan rumah, bahkan dikendaraan pun masih diselipi bunga dan dupa. namun disini penulis tidak dapat membahas lebih jauh mengenai sesajian di bali melaikan lebih fokus pada ikon-ikon yang terdapat didesa tenganan.
jika dilihat dari segi perkembangan tehnologi ditenganan terlihat sangat maju dimana setiap rumah mempunyai televisi dan setiap keluarga mempunyai motor dan bahkan di pure itu sendiri sebagai wadah berlangsungnya upacara adat tetapi masih ada televisi sebagai hiburan para masyarakat yang melaksanakan upacara. Handphone juga tidak lagi asing bagi masyarakat tenganan dimana pada umumnya setiap keluarga mempunyai handphone.  hal yang paling menarik untuk dibahas dimana sekelompok masyarakat masih mampu mempertahankan tradisi sebagai warisannya namun tidak menolak tehnologi.  ketradisionalan masyarakat tenganan pegringsingan sangat konsisten dengan upacara adat sangat terlihat pada banyaknya pure yang menjadi wadah pelaksanan adat. begitu banyak berjejer mulai dari pintu masuk desa sampai pada batas desa tenganan pegringsingan itu sendiri. setiap jenis rangkaian upacara adat mempunyai tempat tersendiri yang disebut pure.
pure adalah bale' atau rumah-rumah kecil yang hanya digunakan untuk berdoa ataupun melaksanakan ritual adat.
masyarakat tenganan juga terbagai dua yaitu tenganan pegringsingan  dan banjar pande. tenganan pegringsingan ini yang menjadi panutan antara semua masyarakat yang ada, masyarakat tenganan asli berada dibawah bukit ditempat pesta adat dilaksanakan, sedangkan banjar pande berada diluar dan juga berada dibukit yang mengelilingi desa tenganan. bukit-bukit menjadi tempat usaha atau wadah mata pencaharian buat masyarakat banjar pande dan bukit-bukit ini juga ternyata masih sepenuhnya milik tenganan pegringsingan.
masyarakat tenganan pegringsingan merupakan masyarakat suku tertua di Bali dan suku yang mampu menjalin kolerasi jaman dan tradisi yang mereka punya. hal yang menarik untuk dibahas adalah bagaimana uapaya-upaya masyarakat tenganan pegringsingan dapat menarik seluruh masyarakat dan menyatukan ideologi masyarakat dalam mepertahankan ciri khas sukunya diera global ini.
pembahasan ini lebih spesifik pada aturan-aturan adat yang menjadi pengikat dan prinsip dasar bagi masyarakat tenganan pegringsingan untuk menjalankan upacara-upacara adat secara rutinitas.
dalam pembahasan ini penulis mencoba melihat ideologi yang mengikat dan menjadi pengaruh kuat untuk mempertahankan ketradisionalannya. Sedikit meminjam Istilah-istilah Pierre Bourdieu yaitu habitus, ranah (field), dan kekerasan simbolik. Ia meluaskan gagasan modal (capital) ke kategori-kategori seperti modal sosial, modal budaya, dan modal simbolik. Bagi Bourdieu, setiap individu menempati suatu posisi dalam ruang sosial multidimensional. Ruang itu tidak didefinisikan oleh keanggotaan kelas sosial, namun melalui jumlah setiap jenis modal yang ia miliki. Modal itu mencakup nilai jejaring sosial, yang bisa digunakan untuk memproduksi atau mereproduksi ketidaksetaraan. Dalam kajian lebih menekankan kepada bagaimana kelas-kelas sosial, khususnya kelas intelektual dan kelas penguasa, melestarikan keistimewaan sosial mereka lintas generasi ke generasi. Dan bagaimana membangun mitos sebagai sebuah landasan untuk melegitimasi ideolgi hingga akhirnya diyakini oleh masyarakat dalam wilayah tenganan karena cara berpikir dan bertindak, bahkan cara mengembangkan perasaan tidak dilakukan orang tanpa patokan, tetapi mengikuti satu pola tertentu, suatu pola yang sudah dikenal dan disepakati bersama dan hendak dilestarikan eksistensinya. Anggota baru yang masuk ke dalam satuan budaya itu karena kelahiran atau sebagai pendatang, dan belum mengenal pola tingkah laku masyarakat itu, diwajibkan mengenal dan mempelajari serta membiasakan diri untuk  dan bertindak sesuai dengan aturan kebudayaan setempat (Hendropuspito:1989). Disisi lain ada beberapa factor yang mendukung terjadinya dominasi berikut seperti modal social, modal budaya, dan modal simbolik. Hal yang menjadi focus kajian untuk merefresentasikan konsep-konsep dominasi yang terjadi di desa tenganan pegringsingan.
Rumusan masalah
Faktor apa yang mampu mendorong lestarinya upacara-upacara di desa tenganan?
Bagaimana peranan masyarakat banjar pande dalam setiap upacara di desa tenganan pegringsingan.?

Pembahasan
1.      Aturan yang Berlaku di Desa tenganan pegringsingan
Desa tenganan pegringsingan merupakan wilayah yang dinaungi oleh dua pemerintahan yaitu pemerintahan  desa dan pemerintahan yang diatur oleh adat, dua  atauran tersebut berjalan secara kolektif sebagai pemenentu aturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat tenganan pegringsingan.
Masyarakat tenganan pegringsingan mempunyai aturan tersendiri yang berbeda dengan desa-desa lainnya yang ada dibali, selain karena aturan adat yang ditaati juga masih berpegang erat dengan keyakinan yang sudah mendasar pada setiap individu masyarakat dimana masih takut akan hal-hal yang mistis.
Jika dilihat aturan yang berlangsung ditenganan, aturan mempunyai peranan kuat dalam meletarikan budayanya. Dimana aturan itu menjadi panutan terhadap semua masyarakat desa tenganan pegringsingan. Aturan adat yang mengatur proses berlangsungnya upacara-upacara. Aturan tersebut sudah baku dan disepakati oleh setiap masyaraakat tenganan. Pemelihan pemerintahan juga tidak berdasar pada suara masyarakat melaikan ditentukan secara kedudukan, kedudukan tersebut bukan strata social tetapi dapat dikatakan senioritas dalam artian dapat bergati secara turun temurun.
Dimasyarakat tenganan sudah ada aturan mengenai pemelihan pemerintahan adat tersebut. Orang yang bisa jadi pemimpin adat didesa tenganan adalah orang asli tenganan yang tidak pernah melanggar adat dan belum mempunyai menantu karena ketika orang sudah mempunyai menantu maka posisinya digantikan oleh anaknya  yang sudah kawin. Selain itu juga pemimpinan ini dipilih berdasarkan keturunan jadi pemimpin adat ditengan bentuknya seperti warisan. Jika anak sudah kawin dengan orang asli tenganan maka anak itu yang diwajibkan melajutkan kedudukannya sebagai pemimpin adat. Dan orang tuanya menjadi masyarakat biasa dan bukan masyarakat pegringsingan.
Masyarakat tenganan tidak terdapat strata social tetapi ada perbedaan kelompok masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dimasyarakat tenagan mempunyai tiga kelompok masyarakat. Yang pertama adalah masyaraka pegringsingan yang merupakan masyarakat asli  yang tidak pernah melanggar adat dan masih mempunyai warisan desa dan masih dapat menjadi pemimpin adat atau kepala desa. Masyarakat pegringsingan ini merupakan masyarakat yang masih mendapatkan warisan dari desa, setiap masyarakat pegringsingan masih mempunyai hak untuk mendapat warisan dari desa selama mereka tidak melanggar adat dan anaknya belum kawin dan ketika anaknya sudah kawin maka orang tuanya sudah tidak punya hak lagi untuk mendapat warisan dan hak waris itu berpindah kepada anaknya.
Orang tua tersebut sudah menjadi masyarakat tenganan dan bukan pegringsingan. Masyarakat tenagan adalah masyarakat asli tetapi sudah tidak mempunyai lagi kedudukan karena sudah diwariskan kepada anaknya. Masyarakat tenagan masih mengikuti upacara  tetapi tidak semua upacara diikuti hanya pada upacara tertentu dan tidak untuk upacara desa. Jika salah satu dari mereka melakukan pelanggaran misalnya kawin dengan orang luar tenganan maka masyarakat tersebut pindah menjadi masyarakat banjar atau masyarakat yang ada dipinggiran yang sudah tidak punya hak lagi mengenai warisan desa dan tidak mengikuti lagi upacar-upacara desa.
Di desa tengan pegringsingan terdapat dua macam upacara yang pertama adalah upacara secara umum dalam artian upacara religius yang berupa ketuhanan atau keagaman. Upacara keagaman ini masih dilakukan oleh seluruh masyarakat karena bentuknya ketuhanan dan tidak ada larangan dari desa atau pemimpin adat. yang kedua adalah upacara adat yang diadakan oleh desa. Upacara adat tersebut hanya orang-orang tertentu yang dapat melaksanakannya seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa hanya masyarakat yang belum pernah melanggar aturan desa yang bisa mengikuti acara tersebut yaitu masyarakat pegringsingan. masyarakat tenganan dan banjar pande bukan berarti tidak ikut campur tangan dalam pelaksanaan upacara tersebut tetapi masyaraakat tenganan masih ikut membantu persiapan acara tersebut dan masyarakat banjar yang selalu meberikan subangan hasil bumi untuk digunakan dalam upacara adat tesebut.
 Peranan masyarakat banjar pande terhadap upacara yang berlangsung sangat besar. Masyarakat banjar pande merupakan mobalitas yang dipasilitasi tempat tinggal dan sawah yang luas oleh masyarakat tenganan. Banjar pande dapat dikatakan pekerja atau penggarap sawah dan kebun milik masyarakat pegringsingan sehingga hasil bumi yang dipakai dalam upacara adat itu berasal dari banjar pande.
 1. Kekayaan desa tenganan sebagai modal utama dalam merekontruksi nilai budaya.
Desa tenganan merupakan desa yang kaya akan hasil alam karena mempunyai tanah seluas 680 hektar  dan 11 aliran irigasi untuk pesawahan. Kekayaan tersebut menjadi salah satu penunjang akan lestarinya dan sejahteranya masyarakat desa tenganan pegringsingan.
Desa tenganan pegringsingan mempunyai kebun dan sawah yang luas karena dari dulu desa melarang untuk menjual tanahnya. Kecuali kepada orang asli tengan itu sendiri. Karena desa tengan mempunyai tanah yang luas akhirnya menerimah penduduk dari luar dengan ketentuan mampu membayar sebanyak Rp.30.000/th dan tentunya mengikuti aturan-aturan yang sudah baku ditenganan. Misalnya masyarakat banjar pande yang pendatang dan diberikan tanah untuk membangun rumah dengan ketentuan menggarap sawah milik desa tenganan yang terdapat dibalik bukit tenganan.
Karena kebanyakan pendatang ini adalah korban bencana alam yang terdapat dibalik bukit tenganan yang mayoritas tidak mempunyai tempat tinggal. akhirnya memilih hidup dibukit tenganan dan mampu menggarap sawah yang diberikan dan ditentukan oleh masyarakat desa tenganan pegringsingan.
Hasil sawah dan kebun yang digarap oleh masyarakat banjar pande tersebut dibagi oleh desa. Beberapa masyarakat banjar pande mengatakan bahwa hasil bumi yang diperoleh itu diberikan oleh desa tenganan. Mereka baru dapat hasil ketika desa sudah memberinya sebagai gajinya. Cara pembagiannya pun sudah diatur misalnya masyarakat banjar pande manghasilkan satiap 100 liter beras, masyarakat banjar pande mendapat 40% dan desa mendapat 60% dan secara biaya perawatan sawah juga dibantu oleh desa. Misalnya masyarakat banjar pande membutuhkan uang Rp.500,000 untuk mebeli pupuk. Maka tanggungan desa adalah 50% dan 50% untuk masyarakat banjar pande.
Masyarakat banjar pande juga tidak dapat melebihkan nilai kebutuhan pupuk karena ada pihak desa yang memang ditugaskan untuk mengatur dan melihat setiap saat  hasil dan kebutuhan masyarakat banjar pande. Menurut beberapa masyarakat banjar pande, yang mengatur serta mengontrol hasil bumi ada enam sampai sepuluh orang yang sudah ditugaskan oleh desa, namanya klieng krama
Terlepas dari kekayaan desa tenganan disini dapat terlihat bahwa hasil bumi sepenuhnya diperoleh oleh masyarak banjar pande. Hasil yang dibagi untuk warga pegrinsingan sebagai warisan pada masyarakat yang tidak pernah melanggar aturan, selain itu juga hasil bumi tersebut dialihkan untuk upacara adat. sehingga masyarakat tengan sangat tabuh ketika setiap bulan tidak mengadakan upacara adat. Dan kita tau sendiri bahwa kebanyakan yang menghambat keberlangsungan kegiatan sosial adalah dana. Jadi menurut penulis sangat tabuh jika masyarakat tenganan tidak mengadakan acara adat sementara sumber dananya sudah pasti. Dan tidak heran jika melihat desa tenganan pegringsingan yang setiap harinya dipenuhi dengan upacara adat.
Keberadaan masyarakat banjar pande sangat terlihat kontribusianya terhadap lestarinya budaya masyarakat desa tenganan pegringsingan, kebanyakan hasil bumi yang dijadikan upacara desa meski masyarakat banjar pande sebenarnya sama sekali tidak mendapat timbal balik akan adanya upacara desa tersebut.
Salah satu penyebab yang mebuat aturan-aturan tersebut tetap dipatuhi oleh masyarakat banjar pande karena mereka sudah diberi tempat tinggal dan hanya membayar murah yaitu Rp.30,000/th. Fasilitas yang diberikan ini menjadi sebuah tameng besar buat masyarakat desa tenganan. Acaman besar buat masyarakat banjar pande jika tidak mengikuti aturan yang ada di desa tenganan adalah diusir dari tempat tinggalnya dan hanya bisa membawa pakaian yang lengket dikulit tanpa membawa barang dan harta lainnya. Hal tersebut yang membuat ketakutan besar buat masyarakat banjar pande jika ingin berbuat diluar dengan aturan desa yang sudah baku.
Menurut penulis peristiwa seperti diatas sangat menarik dan sangat kuat perananya untuk mempertahankan budayanya. Jika dikota maju memanfaatkan kekayaan alam dan keseniannya untuk meningkatkan ekenomi kreatif maka masyarakat desa tenganan memanfaatkan kekayaanya untuk melestarikan budayanya.
  
Kesimpulan
Desa tenganan pegringsingan merupakan wilayah yang mengupayakan kekayaanya desa untuk melestarikan budayanya. Desa tenganan bukan berarti masyarakatnya yang ketinggalan, melainkan jauh melampaui wilayah yang dianggap kota maju. Masyarakat tenganan mentradisionalkan dirinya karena mempunyai strategi tersendiri yang terlepas dari campur tangan aturan Negara.
Masyarakat tenagan memperkuat aturan lokalitas karena menurutnya itu lebih mampu menjamin keberlangsungan hidup masyarakat yang lebih nyaman, selain itu juga upaya mentradisionalkan diri sebagai cara mencuri focus pandangan. Dan saat ini sudah terlihat dimana desa tenganan sudah menjadi tempat wisata para turis.
Satu keuntungan besar bagi masyarakat desa tenganan pegringsingan karena masih mampu menarik perhatian masyarakat diluar desa tenganan pegringsingan dengan caranya dan system lokalitasnya.
Disni dapat memberikan kita pengetahuan bahwa hadirnya ideology tidak selamanya dapat menguntungkan untuk seluruh masyarakat. Dua aturan yang menaungi masyarakat tenganan memculkan manfaat yang sangat besar buat masyarakatnya, namun disisi lain juga terdapat pemanfaatan bagi masyarakat banjar pande dimana mereka hanya mempunyai kedudukan sebagai pekerja untuk membantu lestarinya upacara adat di desa tenganan pegringsingan.

Keintelektualan tidak selamanya memberikan kontribusi melainkan keintelektualan sendiri dapat dijadikan sebagai modal dan kekuatan untuk mengeksploitasi. Menurut penulis masyarakat desa tenganan adalah masyarakat yang sejahtera karena mampu menerapkan keintelektualannya melalui system untuk mengatur strtegi budayanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar