Sabtu, 04 Juli 2015

KELONG-KELONG PALLOSERANG SEBAGAI PENYALURAN FALSAFAH HIDUP (SIRI’ NA PACCE) KEPADA ANAK DI DESA BARANA KECAMATAN BANGKALA BARAT KABUPATEN JENEPONTO

KELONG-KELONG PALLOSERANG SEBAGAI PENYALURAN FALSAFAH HIDUP (SIRI’ NA PACCE) KEPADA ANAK DI DESA BARANA KECAMATAN BANGKALA BARAT KABUPATEN JENEPONTO
Oleh: Dita
Jurusan Etnomusikologi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

I.          PENDAHUALUAN
 Latar Belakang
Musik merupakan salah satu perilaku manusia yang disebut sebagai bagian dari budaya. Musik adalah aktivitas budaya yang sangat akrab dengan kehidupan manusia.[1] Meriam mengklasifikasikan sepuluh fungsi musik dalam masyarakat, yaitu sebagai (1). respon fisik; (2) sarana komunikasi; (3) ekspresi emosi; (4) representasi simbolik; (5) pengetahuan konformitas terhadap norma sosial; (6) validasi intuisi sosial dan ritual keagamaan; (7) kontribusi kepada kontinuitas dan stabilitas budaya; (8) kontribusi kepada integrasi masyarakat; (9) kesenangan terhadap keindahan, dan (10) segi hiburan.[2] Musik dianggap suatu perilaku manusia yang tidak lahir dengan sendirinya dalam ruang yang kosong, melainkan musik hadir dimasyarakat karena mempunyai fungsi serta manfaat terhadap masyarakat. musik dianggap sebagai suatu fenomena yang sangat penting sehingga musik dijadikan sebagai objek kajian dengan disiplin ilmu etnomusikologi dengan tujuan menggali makna-makna serta manfaat serta kolerasi yang terkandung dalam musik tersebut.
            Kelong-Kelong palosserang artinya nyanyian untuk menidurkan anak. Dalam nyanyian tersebut terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan tentang bagaimana kasih sayang serta kecintaan seorang ibu dan hal yang lebih penting lagi, dalam kelong-kelong palloserang juga dianggap sebagai salah satu bagian dalam pembelajaran tentang perilaku-perilaku yang baik yang sesuai dengan adat istiadat masyarakatnya.[3] penulis menganggap ini musik yang sangat penting untuk dikaji dimana musik tersebut mempunyai peranan penting dalam pembelajaran anak-anak.
Keluarga merupakan basis pertama dan utama dalam berbagai rangkaian proses inteaksi sosial yang dialami individu selama hidupnya. Dalam sebuah hadits, menurut kesaksian Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Setiap bayi dilahirkan di atas fitrah (mentauhidkan Allah), kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani atau seorang Majusi.”(HR.Muslim).[4]Hal tersebut dimungkinkan karena kedudukan keluarga sebagai komponen terkecil dari struktur masyarakat, tempat pertama bagi individu mengenal manusia lain diluar dirinya. Disamping itu juga didalam keluargalah anak mulai mengenal peranan dirinya sebagai manusia. Proses terjadinya interaksi sosial didalam lingkungan keluarga dimulai sejak kelahiran, kelong-kelong palloserang ini merupakan wujud yang nyata dari hal itu diberikan dalam bentuk kasih sayang yang memberi anak rasa nyaman, rasa diterima, serta rasa diakui keberadaanya. Dengan demikian diatas sehingga dalam penulisan makalah ini diberi judul “Kelong-Kelong Palloserang Sebagai Penyaluran Falasafah Hidupa di Desa Barana Kec. Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto’’. Kelong-kelong dianggap penting karena salah satu perilaku manusia yang sangat berperan penting dalam pembentukan ideologi.
Ideologi itu sangat dibutuhkah oleh setiap manusia dimana dianggap sebagai prinsip dasar dalam kehidupan seperti yang dikatakan oleh Louis Althuser  Ideologi sangat penting karena memberikan gambaran tentang bagaimana semestinya manusia menjalani hidupnya.[5] Selain itu, Lukacs juga mengemukakan bahwa ideologi merupakan konsep kesadaran kelas dalam arti sekumpulan pengetahuan yang dipercayai oleh suatu kelas sosial.[6] Sesungguhnya setiap orang membutuhkan ideologi, karena setiap orang perlu memiliki keyakinan tentang bagaimana semestinyadalam menjalankan kehidupannya. Ideologi yang dimaksudkan adalah prinsip dasar seseorang yang dalam bahasa makassar siri’ na pacce yang merupakan gambaran kecil akan nilai-nilai budaya yang berakar pada sistem, tekad, dan prinsip yang esensial. Nilai-nilai budaya siri’ na pacce hakikatnya merupakan potensi dan kekayaan pola pikir yang dimiliki suatu kelompok masayarakat.[7]
Siri’ na pacce merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Makassar adalah sesuatu yang dianggap sakral . Siri’ na Pacce ( Bahasa Makassar ) adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Makassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Siri’ adalah rasa malu yang terurai dalam dimensi-dimensi harkat dan martabat manusia, rasa dendam ( dalam hal-hal yang berkaitan dengan kerangka pemulihan harga diri yang dipermalukan ). Sehingga Siri’ dianggap sesuatu yang tabu bagi masyarakat Makassar dalam interaksi dengan orang lain. Sedangkan pacce merupakan konsep yang membuat manusia ini mampu menjaga solidaritas kelompok. Pacce merupakan sifat belas kasih dan perasaan menanggung beban dan penderitaan orang lain, meskipun berlainan suku dan ras. Falsafah atau ideologi Siri’ na pacce membuat keterikatan dan kesetiakawanan di antara masyarakat Makassar kabupaten jeneponto menjadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain. Konsep kesetiakawanan, solidaritas, merasa iba hati, melihat sesama warga yang mengalami penderitaan atau tekanan batin dikarenakan perbuatan orang lain dan musibah. Konsep panngali'/perasaan hormat adalah penanaman sikap hormat dan saling menghargai sesama, juga termasuk kepada sesuatu yang dianggap bersih atau suci. Semua konsep ini merupakan sikap moral yang menjaga stabilitas dan berdimensi harmonis agar tatanan sosial atau adat istiadat berjalan secara dinamis.[8] Dalam kajian ini penulis berusaha melihat bagaimana kelong-kelong palloserang membentuk ideologi (siri’ na pace) melalui interaksi orang tua terhadap anaknya yang dianggap paling berpengaruh dalam kehidupan. Secara umum, kajian ini meyakini bahwa persepsi siri’ na pacce terpusat pada praktek-praktek teori social dengan asumsi bahwa anak-anak dapat memperoleh pengetahuan terhadap siri’ na pace melalui interkasi social dalam lingkungannya dengan menganalisa discourse (wacana) dan menceritakan kembali interkasi anak terhadap orang tua melalui  kelong palloserang sebagai ilustrasi untuk meilihat bagaimana pola piker anak dalam berinteraksi dimasa depan. Secara spesifik kajian ini akan melihat bagaimana ideologi siri’ napacce dalam wacana kelong-kelong palloserang dengan cara menempatkan anak sebagai subject, kelong-kelong pallo serang sebagai wacana dan ibu sebagai pelaku atau penyayi. Sebagai langkah-langkah untuk melihat latar terbentuknya pola pikiranak dalam berinteraksi dimasa depan.
Rumusan Masalah
Bagaimana aspek musikal kelong-kelong paloserang?
Bagaimana kelong-kelong palloserang menjadi media interaksi anatara ibu dan anak?

II.                Pembahasan
Kelong-kelong palloserang merupaka rutinitas dinyanyikan ketika menidurkan anak-anak dengan tujuan supaya anak-anak cepat tertidur. kelong-kelong palloserang tersebut sampai saat ini masih sering ditemukan diberbagai daerah khusunya didaerah-daerah terpencil. Menurut Bacce Dg. Te'ne warga disalah satu daerah di kabupaten jeneponto desa barana. Kelong-kelong tersebut dikatehui sejak kecil karena sering mendengarkan ketika dia ditidurkan oleh orang tuanya, setiap beliau ditidurkan selalu dinyanyikan akhirnya beliau keseringan mendengar dan sampai saat ini beliau masih melakukan kebiasaan-kebiasan tersebut dengan hal yang sama yang dilakukan oleh orang tuanya. Sampai saat ini belum ada data yang pasti bahkan penulis sama sekali tidak pernah menemukan tulisan serta pembahasan mengenai kelong-kelong tersebut. Penulis tertarik saat mendengarkan kelong-kelong dinyanyikan selain dari syair yang khas juga dianggap sangat filosofis dan mempunyai makna tersendiri. Orientasi lirik lagu yang terdapat dalam kelong-kelong palloserang ada 3 yaitu doa atau harapan, wujud kasih sayang, dan pengajaran. dalam kalimat lagu tersebut terdapat 8/8 ejaan kata dalam satu kalimat.[9]
Kelong-kelong palloserang temasuk dalam golongan solo vokal karena lagu dinyanyikan oleh satu orang tanpa iringan isntrument dan kalimat melodi berulang-ulang karena kalimat melodi hanya ada satu bentuk, jika dianalisis mengunakan tangga nada diatonis maka nada-nada yang terdapat dalam kalimat melodi adalah   C# D# E F nada tersebut yang diulang dengan ritme sesuai dengan bentuk lirik lagu tersebut.
Syair lagu kelong-kelong palloserang tidak terbatas bahkan sampai berjam-jam tidak akan ada habisnya kecuali anak-anak sudah tertidur. Lagu-lagu dinyanyikan terus-menerus sampai anak-anak tetidur, sembari melambaikan ayunan si anak lagu-lagupun tetap dinyanyikan.Ada kalanya ketika anak-anak ditidurkan tanpa ayunan namun ditidurkan dikasur. Pelaksanaan hampir sama yaitu menyanyikan, namun bedanya ketika ditidurkan diatas kasur seorang ibu ikut berbaring sambil memeluk dan menyanyikan lagu-lagu tersebut.
 III. Kelong-Kelong Palloserang Sebagai Wacana dan Media Interaksi Antara Anak dan Orang Tua
1.      Aspek musikal kelong-kelong palloserang
Kelong-kelong Palloserang menggunakan aspek tangga nada musik “Barat” menggunakan tangga nada diatonis (musik barat), maka kelong palloserang dapat dimainkan dengan nada dasar A (tiga kres). Sebenarnya penyanyi sama sekali tidak menyadari kalau nada yang mereka mainkan dalam lagu tersebut adalah nada diatonis, penyanyi hanya menyanyikan tergantung dengan mood, hanya saja penulis menggunakan analisis tangga nada diatonis sebagai suatu panduaan yang dapat memastikan skala-skala nada yang digunakan dalam kelong-kelong palloserang. Dalam hal ini penulis mencoba menganalisis skala nada dengan menggunakan  auto cromatik hasil yang ditemukan tidak murni nada diatonis, dalam frase nada hanya terdapat  lima nada diatanranya C#-D#-E-F-F#. Lima nada tersebut yang diulang-ulang dengan menggunakan lirik yang beragam.
            Gaya musikal kelong-kelong palloserang terdapat istilah tokko, dan luk, dalam bahasa makassar tokko, adalah cengkok, dimana dalam perjalanan melodi terdapat pengembangan nada yang berbeda-beda tergantung dengan karakter lagu yang akan dibawakan, dalam hal ini karakter lagu kelong-kelong palloserang menggunakan cengkok dengan gaya lokal yaitu gaya vokal sulawesi. Dimana menggunakan nada renda kemudian up tempo. Luk, yang dimaksudkan adalah nada-nada yang relatif dan bergerak cepat dan pendek.[10] Dari segi gaya penyajian kelong-kelong masuk dalam golongan solo vokal karena dinyanyikan dengan satu orang tanpa ada iringan instrument.
2.      Arti dan makna syair lagu kelong-Kelong palloserang
Eyaeya le tinro mako naung anak siluserang sumanga’nu anak.
Nu pada lompo na nupada cini’ te’ne.
Sumanga’numabellayya battungaseng makomae
eranggassinnu pakalepu tallasanu rikong.
Artinya:
Eya eya le tidurlah anak bersama semangatmu, besarlah anak seiring dengan semangatmu. Semangatmu yang jauh di sana datanglah kemari, membawa kesehatan dan bersatu dalam hidupmu anak.
Eya eya le” merupakan kata tambahan yang tidak mengandung makna sama sekali namun hanya sebagai pendukung atau dapat disebut sebagai hiasan kata dalam lagu. “semangat’’ diartikan sebagai jiwa, semangat, spirit. Kata semangat tersebut mengandung arti yang sangat luas namun dalam lagu tersebut lebih spesifik diartikan sebagai spirit jiwa. Dalam syair di atas diartikan memanggil kembali spirit jiwa seorang anak, dengan harapan dapat besar bersama seiring dengan spirit jiwanya, karena menurut keyakinan masyarak tersebut hidup tan spirit jiwa itu tidak ada artinya. Sesuai kepercayaan masyarakat tersebut spirit jiwa itu yang mengatur kelangsungan aktifitas serta perilaku-perilaku manusia.
Eyaeya le manna tinggi kalukua manna parang layang-layang kuambi tonji punnasiri’ latappela.
Artinya:
Walau tinggi pohon kelapi barat tingginya laying anak aku panjat juga jika harga diri akan hilang. Hal tersebut merupakan prinsip dasar bagi keseluruhan masyarakat di makassar. ''Siri/harga diri'' merupakan hal yang paling terpenting, harga diri merupakan harta besar dalam kehidupan karena harga diri sangat kuat kaitannya dengan moral manusia.Siri’ yang terjadi bilamana seseorang di hina atau diperlakukan diluar batas kemanusiaan. Maka ia (atau keluarganya bila ia sendiri tidak mampu) harus menegakkan Siri’nya untuk mengembalikan Dignity yang telah dirampas sebelumnya. Jika tidak mereka akan disebut mate siri (mati harkat dan martabatnya sebagai manusia). Seperti yang dikatakan Shelly Errington“ Untuk orang bugis makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup yang lebih tinggi daripada menjaga Siri’nya.[11] Kalau mereka tersinggung atau di permalukan (Nipakasiri’) mereka lebih senang mati dengan perkelahian untuk memulihkan Siri’nya daripada hidup tanpa Siri’.
            Meninggal karena Siri’ disebut Mate nigollai, mate nisantangngi artinya mati diberi gula dan santan atau mati secara manis dan gurih atau mati untuk sesuatu yang berguna. Siri’ yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala jerih payah demi Siri’ itu sendiri, demi Siri’ keluarga dan kelompok.Sehingga apapun dan bahkan bagaimana pun juga akan dilakukan demi mempertahankan harga dirinya. Harga diri sangat kuat peranannya terhadap eksistensi manusia dalam kehidupan sosialnya, harga diri sebagai prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat penting karena harga dirilah yang membedakan manusia dengan binatang.
            Eya eya le manna mabella bori’nu anak ka bori’nu ji ma bella pangranuanu anak karinakke ngaseng inji rikong
Artinya:
Walau jauh tempat tinggalmu tetapi harapan dan kasih sayang masih tetap bersamaku. Syair lagu tersebut menggambarkan tentang bagaimana kasih sayang seorang anak, terhadap orang atau sebaliknya. Kasih sayang dalam bahasa makassar pacce secara harfiah bermakna pedih dan perih yang dirasakan meresap dalam kalbu seseorang karena melihat  penderitaan orang lain. Pacce, bila dikaitkan dengan kehidupan dalam bersosial maka dapat diartikan sebagai alat  penggalang persatuan, solidaritas, kebersamaan, rasa kemanusiaan dan memberi motivasi untuk berusaha meskipun dalam keadaan yang sangat terdesak. Semoga kau bahagia biar orang yang berada atau dapat melihat kebahagianmu. Orang berada meski hanyut masih ada sandarannya kita yang miskin jika hanyut tetaplah hanyut.
Eya eyale e tau sunggua manna mannyu’ niaja na ta’rampei tau kamasea anak amnyuna tulusu’na anak.
Artinya:
“Orang berada” diartikan sebagai orang yang tingkat strata sosialnya lebih tinggi, maka dalam syair tersebut lebih kepada penentuan eksistensi masyarakat dalam artian masyarakat miskin baru dapat dihargai ketika hidupnya lebih bahagia. Bahagia yang di maksudkan di atas adalah hidup yang dapat saling menghargai terhadap sesamanya. Orang yang berada ketika “hanyut” ataupun yang masalah masih banyak yang bias menolongnya tetapi kita yang miskin jika hanyut maka larutlah ke dalam masalah tersebut. Hal tersebut diartikan sebagai interaksi sosial yang harmoni karena dalam kehidupan masyarakat tersebut membutuhkan interaksi dan saling tolong menolong. Jika diartikan lebih dalam lagi maka lagu tersebut memberikan pesan bahwa hiduplah yang bahagia dengan saling menghargai dan saling tolong menolong terhadap sesama. Kita sebagai orang miskin sangat membutuhkan orang lain karena hanya orang lain yang bias membantu kita jika dalam masalah. Secara keseluruhan makna yang terdapat dalam syair tersebut dapat diartikan sebagai ungkapan seorang ibu untuk anaknya agar dapat hidup bahagia dan hidup berdampingan selaras dengan masyarakat-masyarakat sekitarnya.

            Pengalaman anak mengenal music pertama-tama melalui bahasa syair atau lirik, kemudian melalui lingkungannya. Lingkungan yang dimaksudkan adalah dimana anak berinteraksi, sementara anak-anak paling banyak berinteraksi kepada orang tua (ibu sebagai pengasuh) Karena anak-anak lahir ibarat kertas kosong dan yang paling banyak menulis serta mengisi kertas kosong tersebut adalah orang tua. Dimana kelong-kelong palloserang ini hadir disetiap anak akan menutup mata karena kelong-kelong palloserang sudah menjadi kebiasaan dan menjadi salah satu cara yang selalu hadir saat menidurkan anak-an
3.      Kelong-kelong Palloserang Menjadi Media Interaksi
Lingkungan merupakan wadah anak untuk mengenal bunyi serta suara yang dapat didengar atas produksi vibrasi atau getaran gelombang suara. Dari sumber suara kemudian anak mulai belajar menyanyi dan hampir sama prosesnya pada waktu anak mulai belajar berbicara yaitu dengan cara meniru. Saat peniruan anak tersebut menjadi proses pembentukan kepribadian, anak-anak dapat berbicara menggunakan bahasa daerah diakibatkan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Sama halnya dengan anak-anak yang mendengarkan syair-syair dan mencoba menirukannya dan begitupun juga dengan perilaku. Jika ia mendengarkan lagu yang berkesan gembira, gagah, penuh ekspresi serta gaya, ia akan meniru model atau contoh dari yang mengajarinya.[12]
     Bentuk melodi atau bentuk lagu yang terdapat dalam kelong-kelong palosserang hanya ada satu bentuk, satu bentuk tersebut dimainkan dengan menggunakan syair yang tidak terbatas jumlahnya sampai anak dapat tertidur.
Dapat kita lihat bahwa kalimat melodi atau kalimat lagu yang berulang-ulang secara teratur dalam tempo yang sama membawa perasaan hanyut sehinnga sampai mereka tertidur. Meski seorang anak yang berusia 1-2 tahun kebawah belum bisa memaknai lagu tersebut namun adanya kalimat lagu yang teratur dan berulang-ulang memberikan ketenangan. dapat dilihat dalam keseharian kita bahwa bayi akan menyusui lebih tenang dan lebih mudah berhenti menangis di dada sang ibu (pelukan ibu) suatu kemungkinan besar karena merasakan keteratuan detak jantung. Seperti yang dikatakan oleh wigram, bila element musik stabil dan dapat diprediksi maka subjec cenderung merasa rileks. Selain itu juga dikatakan bahwa element relaksasi yang potensial jika adanya stabilitas yang berangsur-angsur pada irama, tempo, timbre, tekstur yang konsisten, garis melodi yang terprediksi serta pengulangan-pengulangan materi ( bentuk melodi atau bentuk lagu).[13] Selain itu juga dikatakan musik yang berirama melow dan melankolis merupakan jenis musik yang menyayat perasaan. Musik semacam itu bisa menurunkan asupan sejumlah komposisi kimia dalam otak.[14] Dengan demikian di atas dapat kita mengetahui bahwa musik mempunyai stimulasi terhadap manusia agar dapat menyenangkan perasaan pendengar, misalnya seorang anak lebih cepat tertidur ketika mendengarkan lagu-lagu dibandingkan tidak mendengar sama sekali. Meski penjelasan tersebut belum sampai ketitik bagaimana bagian tubuh merespon bunyi namun dapat kita melihat dari pengalaman empirik khusnya bagi para pendengar musik. Kita semua mengetahui bahwa musik dapat membuat kita senang, maka dari itulah kita mendengarkan musik, dan mungkin bisa saja musik mempunyai kebutuhan lain dalam tubuh misalnya musik dijadikan sebagai pengobatan, musik sebagai media terapi, serta musik sebagai media untuk simedi. Hal ini menunjukan bahwa adanya peranan musik dalam kehidupan manusia sehingga musik itu masih ditemukan dilingkungan hidup manusia. Nurhayati dari Malaysia mengemukakan hasil penelitian dalam sebuah seminar konseling dan psikoterapi Islam, beliau mengatakan bahwa setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang gelombang tertentu  memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti; memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa, dan lain sebagainya.[15] Meski demikian diatas bukan berarti hal yang mutlak, peranan musik dalam pembentukan karakter anak sangatlah kurang karena musik sangat abstrak untuk bisa di serap secara ideal. Yang paling berperan penting dalam pembentukan ideologi atau prinsip anak itu lebih kepada lirik lagu karena kalimat lebih mudah dimaknai dibandingkan dengan nada-nada itu sendiri, penulis hanya mewujudkan bahwa elemen-elemen dalam musikal itu terdapat kolerasi terhadap konteks dan manusianya. sehingga kita dapat melihat bahwa bentuk melodi dalam kelong-kelong palloserang dalam konteks menidurkan anak juga mempunyai peranan tertentu meskipun sangat minimalis.
            Bernyanyi merupakan suatu kegiatan yang dapat menyenangkan bagi anak dan pengalaman bernyanyi ini memberikan kepuasan tersendiri kepada anak. Bernyanyi tidak jauh beda dengan membacakan cerpen kepada anak sehingga anak lebih cepat tertidur. hal demikian merupakan hal yang menjadi fenomena umum yang terdapat diberbagai daerah demikian juga terjadi di makassar sulawesi selatan.
            Kelong-kelong palloserang dinyanyikan pada dasarnya yaitu menidurkan anak-anak namun disisi lain juga merupakan kegiatan yang menunjang perkembangan anak khususnya dalam hal perkembangan motorik, perkembangan bahasa dan berfikir, serta perkembangan social. Dalam menyanyi anak dapat mengembangkan kemampuan motoriknya melalui perasaan irama lagu yang dinyanyikannya. Dengan menyanyi anak dapat mengembangkan kemampuan bahasa dan berfikirnya yakni melalui syair-syair lagu yang dilafalkannya dan dengan menyanyi pula anak dapat mengembangkan kehidupan sosialnya yakni melalui tema atau lirik-lirik lagu yang menggambarkan lingkungan tempat tinggalnya atau alam sekitarnya. Oleh sebab itu, kegiatan bernyanyi merupakan kegiatan yang penting bagi anak. Masa kanak-kanak dibagi ke dalam dua tahap yaitu masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak akhir. Pada usia ini ketergantungan anak semakin berkurang sedangkan sikap mandiri semakin bertambah secara perlahan-lahan.[16]
            Faktor-faktor sosial menjadi kajian yang sangat rumit dimana adanya  bermacam-macam aspek yang menjadi latar belakang yang mendorong manusia berinteraksi. Tidak lain bahwa lingkungan yang menjadi faktor terbentuknya kesadaran dan kesadaran sendiri yang membentuk pergerakan untuk merubah sosial. Dengan munculnya pemikiran para ahli sosial mengenai interaksi manusia sangat memberikan kontribusi dimana mewujudkan pemikirannya melalui realita-realita yang mereka temui. Faktor yang membentuk tindakan atau pola pikir atau selera seseorang adaalah faktor fenomena sosial, fenomena sosial yang menjadi pembentukan yang paling natural hingga pada pembentukan ideologi itu sendiri.
            Ideologi yang di bicarakan di sini adalah corak kehidupan yang ada pada diri seseorang yang memberi ciri khas bagi pemiliknya dan membedakannya dengan orang lain. Maka, kita bisa melihat penampakan kepribadian yang ada pada diri manusia itu dari luar, berupa perbuatan-perbuatan fisik maupun sikap-sikap mental yang ditampakkannya secara konstan dalam kehidupan kesehariannya. Kita bisa mengenali mana orang yang baik dan mana orang yang jahat dari tingkah laku yang dijalankannya dan sikap mental yang ditampakkannya. Kita bisa mempersepsikan mana orang yang terhormat dan mana orang yang hina dari berbagai sikap dan omongan yang ditampilkannya secara tetap.
            Penanaman ideologi  yang mungkin tidak kita sadari selama ini menjadi pengaruh besar dalam kreatifitas pola berfikir individu. Dapat dilihat dari mental manusia serkarang ini dimana manusia sudah menjadi suatu produk yang selalu diikat dengan aturan atau digerakkan dengan ideologi-ideologi tertentu demi kepentingan tertentu. Banyak faktor yang membentuk ideologi manusia dalam interaksi sosialnya. Yang pertama dapat kita lihat interaksi secara langsung atau mengikuti sistem-sistem yang baku. Secara tidak sadar hal demikian juga menjadi faktor pengaruh dalam pola berfikir ataun kreatifitas manusia, dengan adanya ajaran moral, agama, adat-istiadat menjadi panutan besar  untuk  seseorang berinteraksi. Fenomena demikian diatas menjadi suatu landasan berfikir, dimana penulis lebih spesifik membahas dengan ruang lingkup yang kecil, yaitu ruang keluarga. Keluarga yang menjadi perang penting dalam pembentukan ideologi, dimana ajaran-ajaran selalu dilontarkan pada anak disetiap harinya atau disetiap anak melakukan hal yang salah.
            Masa remaja, pendidikan dan lingkungan dimana anak bergaul yang menjadi peran penting dalam pembentukan ideologi individu. Seperti yang telah dijelaska sebelumnya bahwa pengaruh kepribadian lebih kepada hal yang tidak disadari dimana dimana tindakan yang yang menjadi rutinitas secara tidak sengaja akan mengakar dalam tubuh kita. Secara tidak sadar tindakan seorang anak dibangun dimana mereka berinteraksi. Interaksi paling dominan adalah lingkup keluarga salah satunya adalah kelong-kelong palloserang dimana dalam syairnya selalu mengandung nilai-nilai budaya yang secara tidak sadar akan tertanam dalam diri setiap individu. Sesuai yang dijelaskan sebelumnya bahwa kelong-kelong palloserang menjadi suatu perilaku rutinitas bagi masyarakat makassar dimana disetiap menidurkan anak-anak selalu dinyanyikan lagu-lagu yang berisikan pesan-pesan dan harapan, dan mengenai harapan juga merupakan suatu tindakan yang pada dasarnya membawa kita kepada titik penyadaran.
Proses berlangsungnya kelong-kelong palloserang menjadi media interaksi antara anak dan orang tua memang tidak secara langsung membentuk pola pikir anak tetapi perlu disadari bahwa tindakan-tindakan itu semua berasal dari tiruan, setelah umur dewasa dan mempunyai interaksi yang lebih luas diluar lingkungan keluarga akhirnya perubahan ideologi berlangsung dimana manusia sudah dapat membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang. Dengan adanya pola pikir seperti ini secara tidak sadar yang memperlihatkan kita tentang baik dan buruk itu dibangun sebelum kita berinteraksi lebih luas. Interaksi lebih luas itu hanya menjadi pertimbangan tentang pengetahuan yang kita dapat sebelumnya sebelumnya dan juga dapat menjadi perkembangan. Salah satu contoh kecil bahwa interaksi sosial sangat penting buat keseluruman manusia karena adanya prinsip bahwa gotong royong lebih dapat mempermudah suatu pekerjaan. Dan lebih sederhana lagi baahwa lahirnya suatu komunitas atau kelompok masyarakat kita dapat membangun kekuatan massa yang lebih kuat. Hadirnya kelong-kelong palloserang dimasyarakat sebagai lagu yang dinyanyikan untuk menidurkan anak-anak itu menjadi pengisi ruang yang sangat luas, dimana anak-anak belum begitu banyak diajarkan tentang prinsip-prinsip atau cara bergaul dengan baik, hal demikian karena orang tua hanya melihat dan mendidik anak dan jika melakukan hal yang salah maka teguran baru dilontarkan. Hal demikian terjadi sangat relatif yang berbeda dengan rutinitas kelong-kelong palloserang dimana setia tidur lagu itu dinyanyikan. Pada akhirnya hal demikian menjadi sangat berkesan buat anak-anak, dan dengan munculnya kesan ini maka timbullah akan rasa rindu dan sifat hormat kepada orang tua. Contoh kecil ketika kita melihat orang tua kita, kadang merasa sedih ketika orang tua bekerja keras sementara kita masih enak untuk bermain, dimana munculmnya rasa sedih ini kalau tidak pada bagaimana orang tua mendidik kita dan bagaimana sisksanya orang tua membesarkan kita, dan pada akhirnya semua  rasa kasih dan rasa hormat ini muncul dan tertanam dalam diri setiap individu, Contoh lain yang paling sering terjadi adalah anak yang manja yang merasa tidak bisa berpisah dengan orang tuanya, hal demikian karena orang tuanya selalu memberikan rasa kasih sayang yang lebih kepada anak, dan pada akhirnya rasa kasih sayang ini tertanam dalam diri anak hingga pada akhirnya anak tidak bisa lepas tanpa pantauan orang tua.

 IV.             Kesimpulan
Kajian pada faktor-faktor sosial dalam memahami tingkah-laku individu dalam konteks sosial dengan melibatkan kelong-kelong palloserang dan pada akhirnya membawa kita pada kajian tentang musik dan bahasa. Lalu, lebih jauh lagi kajian tentang pengaruh bahasa yang terkandung dalam musik terhadap kesadaran dan perilaku manusia membawa kita pada kajian tentang ideologi karena kajian ideologi menyediakan penjelasan bagaimana pengaruh sosial terutama melalui bahasa dan musik yang dapat masuk dan mengarahkan perilaku individu. Hal demikian menekankan pentingnya memahami pengaruh ideologi dalam pembentukan opini individu dalam suatu masyarakat tertentu Dengan beragamnya benturan-benturan dalam perkembangan jaman yang dapat melahirkan dan membentuk idiologi individu kepada hal yang instan. 
Hadirnya kajian kelong-kelong paloserang ini semoga dapat menjadi suatu pertimbangan besar buat masyarakat untuk memilih lebih tepat media yang dapat dijadikan media dalam membentuk ideologi anak. Semoga dengan hadirnya makalah yang membahas tentang kelong-kelong palloserang dimasyarakat makassar kabupaten jeneponto desa barana ini dapat menjadi pemahaman yang hingga pada akhirnya dapat menfilter hal-hal yang pantas untuk dibenturkan kepada anak-anak. lancarnya benturan media kepada masyarakat sehingga beberapa kebiasaan-kebiasaan masyarakat itu lebih diperhatikan lagi, hal yang paling penting dalam pembentukan ideologi adalah hal yang berlandaskan dengan adat-istiadat, nilai moral dan agama, sangat disayangkan kebiasan-kebiasan ini digantikan dengan media sosial yang tidak terpungkiri yang dapat mebentuk ideologi individu yang instan.
Kelong-Kelong Palloserang dapat disimpulkan sebagai salah satu dari begitu banyak perilaku dalam kehidupan masyarakat jeneponto yang berperan penting sebagai penyaluran tentang falsafah hidup atau ideologi. Jika dilihat dari segi proses keberlangsungan kelong-kelong palloserang maka dapat disimpulkan bahwa lagu yang dekat dengan masyarakat secara tidak sadar mengambil bagian dalam pembentukan ideologi dan menjadi falsafah hidup bagi masyarakat. 


KEPUSTAKAAN
Abdullah, Irwan. 2007. Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Adrianto, Elvinaro. 2004. Kontruksi Ideologi dan Politik Massa. Yogyakarta:  
Lkis Pelangi Aksara
Depdikbud. 1996. Musik dan Anak-anak. Jakarta: Depdikbud.
Johan. 2010. Respons Emosi Musikal. Bandung: Lubuk Agung.
Hamunah. 1987. Musik Keroncong Dalam Sejarah Gaya dan Perkembangan.
Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Meriam, Alan P. 1964. The Anthropolgy of Musik. Chicago:
Northwestern University Press.
Watters, Lorraine e, Etc. 1967. The Magic of Music. Hollis Center. ME. U.S.A.
Soedarsono, R.M. 2010. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.




[1] johan, Respons Emosi Musikal,  (Bandung: Lubuk agung 2000), 1.
[2] Alan P. Merriam, The Anthropology of Musik, (Northwestern: Univrsity Press, 1964), 209-227.
[3] Wawancara Bacce Dg Te’ne 20 april 2015, diizinkan untuk dikutip
[4]https://zizo07.wordpress.com/2010/04/17/pola-pembentukan-kepribadian
[5]http://www.pengertianpakar.com/2014/10/pengertian-ideologi-menurut-para-pakar.html
[6] http://archive.org/stream/TerryEagleton-IdeologyAnIntroduction/TerryEagleton-Ideology-AnIntroduction_djvu.txt
[7] http://expedisipassompa.blogspot.com/2010/12/makalah-antropologi-agama-siri-na-pacce.html.
[8]http://radinalaidin.blogspot.com/2012/03/siri-na-pacce-sebagai-prinsip-kehidupan.html
[9]Wawancara Amir Razak di Jurusan Etnomusikologi ISI yogyakarta.
[10]Hamunah, Musik Keroncong Dalam Sejarah, Gaya dan Perkembangan, (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi,1987), 1-7.
[11]http://expedisipassompa.blogspot.com/2010/12/makalah-antropologi-agama-siri-na-pacce.html

[12]Lorraine e. Watters, Etc.The Magic of Music, (Hollis Center, ME, U.S.A,1967), 18.
[13] Johan, Terapi Musik Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Galang Press, 2006), 46.
[14]https://siipe2r007.wordpress.com/2012/06/11/karya-ilmiah-pengaruh-musik-terhadap-kesehatan-jiwa-fungsi-dan-kerja-otak-manusia/

[15]https://www.facebook.com/Pusatairkangen/posts/455264671248221
[16]Depdikbud. Musik dan Anak-anak. (Jakarta: Depdikbud. 1996), 164. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar