PERTUNJUKAN CANDOLENG-DOLENG SEBAGAI WADAH MENCARI DUA
KEPENTINGAN YANG BERBEDA ANTARA
PEMILIK ELEKTONE DAN BIDUAN
Oleh:Dita
Fenomena
sosial semakin hari semakin rumit untuk dipahami, semakin hari semakin banyak
properti yang muncul yang belum pasti diketahui arah dan asalnya. dengan adanya properti-properti dalam
kehidupan bermasyarakat maka kehidupan ini menjadi beragam serta manusia
mempunyai pola hidup yang berbeda-beda tegantung pada setiap individu karena setiap
manusia mempunyai cara tersendiri untuk mempertahankan hidupnya hingga pada
akhirnya cara yang mereka lakukan tergantung pada pengetahuan yang dimiliki
setiap orang.
Dengan
keberlangsungan hidup setiap kelompok masyarakat ataupun setiap individu
tentunya tidak terlepas pada interaksi budaya atau interaksi secara
per_orangan. Dalam interaksi ini, hegemoni nampaknya menjadi salah satu hal
yang paling relevan untuk mengaplikasikan ideologi, dalam hal ini penulis
mencoba melihat bagaimana ideologi bekerja
dalam interasaksi masyarakat karena Peranan ideologi dianggap mempunyai pengaruh besar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dalam
hal ini penulis akan membahas musik dangdut sebagai Salah satu properti
masyarakat yang sering ditemukan sebagai hiburan yang merakyat atau terdapat
dimana-mana. Dangdut adalah salah satu aliran musik yang tidak asing lagi di
masyarakat, dangdut kita ketahui sebagai musik yang merakyat sejak berdirinya Negara
indonesia. dangdut adalah salah satu gengre musik yang berkembang di Indonesia,
gengre musik dangdut berakar dari musik melayu sekitar tahun 1940-an.
seiring
dengan perkembangan zaman musik dangdut terpengaruh dengan unsur-unsur musik
india dari segi permainan gendang sama seperti tabla juga pada cengkok dan
harmonisasinya. Sejak tahun 1970-an musik dangdut boleh dikatakan telah matang
dengan bentuknya yang menghibur dan dikelompokkan sebagai musik populer di
Indonesia. Musik dangdut merupakan tiruan dari suara permainan tabla yang
sering di sebut kendang yang khas dan didominasi dengan bunyi Dang dan Ndut
sehingga penamaan tersebut dikenali hingga populer dimasyarakat.
Dari
perkembangan musik dangdut sampai pula kepelosok-pelosok daerah. Musik dangdut
yang terdapat disetiap daerah lebih banyak mengalami perkembangan baik dari
audio maupun visiualnya, perkembangan begitu cepat berlangsung berdasar dari
ide-ide kreatif pelaku untuk meningkatkan minat pasar. Artinya perkembangan
musik dangdut ini adalah salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan dari segi
ekonimi, saat ini dapat kita lihat beberapa perkembangan seperti dalam
penyajian dangdut dari keyboard tunggal atau di sebut elektone yang menggunakan
kaset ataupun flash disk sebagai media untuk menyimpan file musik sehingga
banyak perbendaharaan lagu yang dimiliki oleh pemain.
penyajian musik dangdut disaat ini rata-rata
menggunakan minus one kemudian ditambah dengan variasi melodi dengan bunyi
instrument yang beragam sesuai kebutuhan lagunya. Hal Ini salah satu cara untuk
memudahkan pertunjukan tersebut, karena dari segi personil elektone hanya
membutuhkan satu orang pemain, berbeda dengan orkes dangdut yang lengkap
instrumentnya. Adapun perkembangan lainnya dapat kita lihat dari segi penyanyi
atau biduannya yang kebanyakan adalah perempuan yang menggunakan pakaian lebih
terbuka atau lebih sexy, dengan tujuan menarik minat laki-laki sebagai
penontonnya.
Bila
ditinjau dari aspek sosial pada dasarnya laki-laki lebih mendominasi kaum
wanita, dimana wanita hanya sebagai penghibur bagi
laki-laki, tanpa disadari dalam pertujukan musik dangdut terdapat degradasi
moral terhadap wanita untuk mencapai kebutuhan ekonomi.
Di sini penulis berpendapat bahwa didalam
fenomena musik dangdut ada ketidak stabilan, sistem mengenai eksistensi gender
yang bersifat politik terhadap kedudukan wanita yang dapat berdampak
kemasyarakat umum.Didalam penyajian karya seni adalah representasi, karena
memang dalam proses pengembangan atau proses penciptaan seni bersinggungan
dengan kenyataan objektif atau kenyataan dalam dirinya, Perspektif penulis
dalam perkembangan musik dangdut ini lebih berfikir representasi tentang
sensulitas untuk menarik minat penikmat dan merangsang imajinasi dengan cara
mengesploitasi wanita atau menggunakan penyanyi wanita yang berpakaian lebih
terbuka.
Hal
yang menarik dengan hadirinya musik dangdut dimasyarakat adalah bagaimana
mengetahui latar belakang yang mendorong lestarinya musik dangdut yang sifatnya
erotis yang diatur dengan sistem atau ideologi tertentu. Ideologi yang
dimaksudkan adalah sistem pemilik modal yang mempunyai kuasa penuh dalam
mengatur berlangsungnya pertunjukan dan memilih penyanyi dengan upaya dapat
menarik minat masyarakat demi kebutuhan ekonominya. Musik dangdut yang
dimaksudkan adalah pertunjukan candoleng-doleng, candoleng-doleng merupakan
pertunjukan yang paling sering ditemukan disaat pesta ataupun kampaye partai
politik. Pertunjukan candoleng-doleng ini sangat digemari oleh para laki-laki
dimana goyangan penyanyi lebih erotis dan bahkan sampai telanjang. Hal ini
masih detemukan diberbagai daerah khususnya disulawesi selatan. Pertunujukan
candoleng-doleng pada dasarnya adalah pertunjukan yang tersembunyi dalam artian
pertunjukan yang terdapat didaerah-daerah terpencil tetapi seiring perkembangan
jaman maka candoleng-doleng menjadi populer diseluruh masyarakat sulawesi
selatan yang pada umumnya digunakan saat menghibur tamu yang datang pada saat
pesta perkawinan.
Musik
dangdut menjadi budaya populer dimana musik dangdut yang sifatnya erotis
terdapat dimana-mana dalam hal ini penulis mencoba melihat dari dua hal yaitu
dari segi kepentingan kelas dominan dan kepentingan kelas kelas bawah dengan
cara menceritakan kedudukan masing-masing dalam sebuah ikatan kerja yaitu
pertunjukan musik dangdut. Marx mengatakan bahwa kedua kepentingan yang berbeda yang
menyebabkan perbedaan sikap terhadap perubahan sosial. dimana kelas atas selalu
mempertahankan ideologi dan kelas bawah yang menjadi bahan eksploitasi demi
mendapatkan kepentingan bersama dalam satu wadah kerja. Penulis akan
menceritakan dua kepentingan yang berda dalam penerapan suatu wadah kerja, yang
dimaksudkan dengan kelas atas adalah pemilik elektone dan kelas bawah adalah
wanita sebagai biduan dan wadah kerja adalah pertunjukan itu sendiri.
Rumusan
Masalah
Bagaiaman
peranan pemilik modal dalam
melangsungkan pertunjukan dangdut sebagai mata
pencahariannya?
Bagaiaman
upaya-upaya biduan untuk mencapai kepentingannya dalam pementasan musik
dangdut?
Kepentingan
Pemilik
Modal Dalam Mengejar Pasar
Pada dasarnya musik orgen tunggal
hanya menghibur tamu-tamu baik diacara nikahan ataupun acara lainnya. Orgen
tunggal pada awalnya hanya membawakan lagu-lagu dangdut yang selow dan
penyanyipun masih berpakain rapi selayaknya wanita indonesia. Namun
berkembangnya zaman semakin banyak yang mempunyai elektone atau orgen tunggal
dan pada akhirnya persaingan antara kelopok pun hadir dimasyarakat.
Semakin
banyaknya kelompok orgen tunggal ini yang menjadi salah satu penyebab munculnya
persaingan dan persaingan pun pada dasarnya hanya pada bagian suara yang lebih
jernih dan kemampuan menyanyi yang lebih berkualitas namun modal sound dan
suara penyanyi ternyata tidak cukup juga dan akhirnya hiburan menghadirkan
penyanyi yang lebih mampu bergoyang dengan upaya bagaimana dapat menghibur dan
menarik minat pasar.
Sejak
tahun 2000an ada beberapa pemilik elekton yang rela menjual elektone karena
merasa sudah tidak diminati lagi, ternyata ada beberpa pemilik elekton yang
berupaya bagaimana dominan dalam persaingan salah satu diantaranya dengan cara
memasang harga yang lebih murah dan pasilitas yang sangat sederhana, misalnya elekton inisial AR
yang berada dikota takalar pada tahun 2000an masih menerimah pesanan sampai
Rp.600.000 pada saat mengisi acara pesta siang dengan menggunakan penyanyi dua
orang dan pemain orgen tunggal satu orang. Sound juga secukupnya dan tidak
menggunakan panggung. Namun disulawesi selatan makassar khususnya sangat jarang
mengadakan pesta siang karena selain panas juga warga kurang yang datang karena
berbenturan dengan pekerjaannya.
Perkerjaan
sangat disibukkan diwaktu pagi sampai siang hari dan sore hari digunakan untuk
istirahat hingga untuk menghadiri acara pesta siang sangat jarang. Sehingga
masyarakat lebih banyak mengdakan acara pada saat malam hari setelah waktu
sholat magrib sampai selesai. Jika pesta malam ini berlangsung maka hiburan
juga dihadirkan dimalam hari dan kebanyakan masyarakat merasa tidak terhibur jika
malam hari elekton yang menjadi hiburan tidak menggunakan panggung dan sound
yang maksimal serta penyanyi yang hanya dua orang. Sehingga elektone yang masih
mengunakan kemaksimalan diatas tidak laku lagi dimasyarakat.
Kebutuhan
masyarakat menjadi porsi yang harus
dipenuhi oleh pemilik elektone sehingga elektonnya dapat diminati oleh banyak
masyarakat. Dan pada akhirnya pemilik elekton pun menambah pasilitas mulai dari
panggung, sound, serta lampu-lampu sebagai asesoris yang dapat memunculkan
suasan ramai saat pertunjukan berlangsung. Jumlah penyanyi juga ditambah yang
tentunya mempunyai kemapuan bergoyang dan tentunya banyak menguasai lagu. Jauh
sebelum adanya orgen tunggal yaitu pada tahun 1970an sudah banyak penyanyi
dangdut yang terkenal seperti Meggy Zakaria, vetty vera, Nur Halimah, Iis
Dahlia, Ikke Nurjanah, Dewi Persik, Cici Paramida, Inul Daratista dan banyak
lagi penyanyi dangdut lainnya.
Lagu-lagu
yang diciptakan oleh para penyanyi terdahulu menjadi modal utama yang sering
dibawakan oleh para penyanyi elekton dengan iringan orgen tunggal atau minus
one. Namun seiring berkembangnya zaman maka masyarakat tidak cukup terhibur
dengan hanya goyangan yang dianggap biasa-biasa saja. Kemudia munculnya media
yang menarik perhatian saat tahun 2000an saat munculnnya goyangan yang
meliuk-liuk dari atas kebawah yang dikenal sebagai goyangan maut yang
dipopulerkan oleh Inul daratista. Ini salah satu faktor masyarakat lebih
menyukai musik yang lebih goyang seperti aksi Inul daratista saat menyanyi
diatas panggung. Meski saat itu Inul Daratista sangat dikecam oleh para ulama yang menganggap bahwa
gaya musik yang tidak bermoral namun ternyata dengan isu itu juga nama dengan goyangan
Inul Daratista semakin dikenal dimasyarakat.
Disini awal mula terlihat selera masyarakat bergeser
dan akhirnya menjadi lirikan para pemilik elektone sehingga mulai muncul
upaya-upaya para untuk mengkreasikan setiap elektonnya. Dengan upaya-upaya
tersebut pemilik elektone mencoba mencari penyanyi yang mempunyai modal
kecantikan dan modal tubuh yang dikenal dengan body gitar yang tentunya
bisa bernyanyi dan mampu bergoyang. Pemilik elekton tidak terlalu mementingkan
kemampuan bernyanyi para biduan tetapi lebih mementingkan goyangan. Pemilik
elektonpun tidak berhenti dengan sekedar memilih penyanyi seperti disebutkan
diatas namun pemilik elektone juga punya
penilaian lain agar para biduan lebih maksimal diatas panggung, misalnya
pemilik elektone memberikan poin atau honor lebih tinggi jika goyanggannya
makin menarik sehingga biduan yang memang mengejar uang mencobah bergoyang
semaksimal mungkin selain itu pemilik elektone biasanya mempersiapkan minuman
keras dibelakang panggung sehingga semua biduan minum dengan upaya
menghilangkan rasa malu diatas panggung.
Tidak banyak biduan elektone candoleng-doleng yang
tidak mengunakan minuman keras pada saat persiapan sebelum bernyanyi. Tidak jarang ditemukan elektone dimakassar
yang bebas dari alkohol mereka menganggap bahwa alkohol dapat memberi mereka
semangat dalam bernyanyi. Alkohol yang sering dikonsumsi bukan dari mereka
sendiri tetapi kebanyakan disiapkan oleh pemuda setempat dimana mereka perfom.
Upaya-upaya pemuda setempat memberikan alkohol seperti botolan atau pun tuak
supaya mereka bias lebih dekat selain itu mereka senang ketika para biduan
mabuk karena aksi diatas panggung dapat menghibur.
Pemilik elektone bukan hanya mempunyai modal uang
tetapi juga mempunyai modal social dalam artian banyak kenalan disteiap daerah
sehingga mereka lebih aman ketika perfom didaerah-daerah. Ketika modal social
dan modal uang sudah ada maka
menjalankan bisnis pertunjukan ini menjadi lebih mudah. Kebanyakan
terlihat dalam kelompok elekton-elekton lainnya mereka kadang takut perfom di
daerah tertentu karena kebanyakan pemuda dimakassar sangat mudah mengundang
keributan apalagi dalam kondisi keramaian. Hal ini juga menjadi modal utama
sehingga mempunyai wadah perfom yang lebih luas dan aman.
Upaya-upaya pemilik elekton terlihat bagaimana caranya
supaya mereka lebih menarik dimata masyarakat. Suatu keuntungan besar ketika
mereka sudah dikenal dan diakui kualitasnya dimasyarakat, pemilik modal mampu
menaikkan harga yang jauh dari sebelumnya. Harga menurut masyarakat tidak lagi
menjadi masalah ketika kualitas memang memadai karena yang dibutuhkan
masyarakat adalah bagaimana dapat menghibur para undagan yang datang.
Melihat upaya-upaya pemilik elektone Nampak juga agak
rumit sehingga kelompoknya dapat dominan dimasyarakat. Upaya-upaya seperti
diatas hanya dijalankan oleh para pemilik elekton dan tidak untuk semua pendukungnya.
Upaya-upaya tersebut memang tidak terlalu Nampak namun pasti adanya, menarik
dimasyarakat adalah keinginan semua pemilik elektone karena pemilik elektone
menganggap ini salah satu pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Perlu disadari bahwa ekonomi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi untuk
kesejahteraan hidup. Ekonomi sekarang
ini sudah menjadi penentu untuk menyambung hidup dan melengkapi kebutuhan hidup
dan pada akhirnya tidak heran lagi jika upaya-upaya untuk mendapatkannya tidak
begitu mudah.
Diera sekarang ini sudah banyak ideology para pemilik
modal tidak asing lagi kelihatannya jika menggunakan berbagai cara untuk
mendapatkan keuntungannya sama halnya dengan upaya-upaya pemilik elektone
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan kebutuhannya. Sangat terlihat
upaya-upaya pemilik elektone dalam penerapan ideologi untuk mendapatkan
kebutuhannya, hal yang perlu diketahui bahwa pemilik modal bukan hanya
memberikan keuntungan sebagai kepentingan pekerjanya melainkan mereka mempekerjakan
juga berdasarkan kepentingan dirinya.
Upaya-Upaya
Penyanyi Dalam Mengejar Kepentingannya
Biduan atau penyanyi elekton menjadi yang utama untuk
menghibur penonton, pandangan penonton saat menyaksikan pertunjukan
candoleng-doleng hanya tertuju pada satu arah yang pastinya dapa biduan atau
penyanyi. Hal yang paling sering ditemukan ketika ada yang mempertanyakan
kualitas elekton pasti pada kecantikan dan kemampuan biduannya.
Hal ini terlihat bahwa semua pertunjukan
candoleng-doleng hanya menarik pada penyanyinya sehingga penyanyi dipilih yang
pastinya punya kemampuan dalam bergoyang dan bernyanyi selain itu juga mempunya
modal tubuh yang menarik, karena yang diperjualkan lebih dominan pada
goyangan dibandingkan dengan suara.
Biduan bernyanyi dan bergoyang diatas pang juga bukan
karena happy atau sekedar hobbi tetapi mereka juga mempunyai kepentingan yaitu
uang. Mereka bergoyang supaya dapat menarik dan disenangi oleh masyarakat.
Bergoyang dan bernyanyi seperti pada umumnya dikenal dimedia ternya tidak
menarik bagi masyarakat. Dan pada akhirnya biduan mencari cara dan menggunakan
kemapuannya untuk menarik perhatian masyarakat.
Salah satu dari banyak aksi candoleng-doleng dalam
menarik perhatian masyarakat yaitu goyangan yang erotis yang dipertontonkan
seorang biduan pada acara-acara pernikahan dibanyak wilayah disulawesi setan.
Biduan memperdayakan dirinya untuk menari perhatian seperti misalnya bergoyang
mengunakan pakaian yang terbuka. Goyangnya pun tidak sama dengan goyangan
penyanyi dangdut yang ada dimedia, goyangan mereka memang sangat erotis dan
dapat memancing birahi para penonton lelaki. Merka membuka baju mulai dari dan
memperlihatkan kedua payu daranya dan meremas-remas seolah lagi melakukan seks
dan meberikan desahan-desahan yang dapat menarik perhatian penonton. Bukan
hanya itu mereka juga menerima saweran dengan cara menyelipkan uang penonton
dibagaian tubuhnya yang sensitive. Upaya biduan
menerima saweran supaya mempunyai penghasilan lebih diluar dari honor
yang sudah ditetapkan.
Untuk menghadirkan pertunjukan candoleng-doleng tidak
membutuhkan uang yang begitu banyak biasanya pemilih hajatan mengeluarkan uang
sebanyak 2,5 juta sebagai bayaran keseluruhan pertunjukan candoleng-candoleng,
dengan jumalah seperti diatas pertunjukan sudah dapat dinikimati oleh seluruh
masyarakat yang hadi dan tidak memandang usia baik dewasa maupun anak-anak.
(Tribun Timur edisi 24 Juni 2008).
Jika dilihat honor tetap para penyanyi dalam setiap
pertunjukan itu sangat sedikit, menurut harni salah satu penyanyi elekton Armin
Super mereka mendapat seratus sampai dua ratus ribu setiap perfom diacara
nikahan. Dan waktu perfomnya rata-rata 7 sampai 9 jam dimulai dari jam 8 malam
sampai jam 2 pagi.
Jika dilihat penghasilan para penyanyi sangat tidak
seimbang dibandingkan aksinya diatas panggung, mereka rela mandi keringat serta
payu dara dan kemaluannya dipegang orang demi mendapatkan hasil seperti yang
disebutkan diatas.
Beberapa biduan sebenarnya tidak rela mereka menjual
kemaluannya diatas panggung tetapi mereka mempunyai tuntutan ekonomi. Mereka
mengatakan banyak kebutuhan yang perlu dipenuhi seperti misalnya uang kuliah
bagi yang masih kuliah dan biaya anaknya bagi yang janda. Kebanyakan dari
mereka juga merasa malu dengan pekerjaanya, mereka tidak mau perfom jika dekat
dari tempat tinggalnya karena takut ditonton dengan orang yang mereka kenal.
Pekerjaan seperti ini juga sangat berbahaya dari
beberapa media meliput adanya penangkapan biduang candoleng-doleng yang
digerebek oleh polisi saat pertunjukan berlangsung. Artinya pertunjukan seperti
diatas juga masih dilarang karena dianggap pertunjukan yang tidak bermoral.
Mereka juga sadar kalau mereka melakukan hal yang tidak baik dimata agama
tetapi mereka tetap saja menjalangkannya karena tuntutan ekonomi.
Pertunjukan candoleng-doleng sering dibubarkan oleh
para kelompok agama dimakassar tetapi sampai sekarang ini masih juga
berlangsung, bahkan didesa tertentu dilarang lagi untuk menghadirkan
pertunjukan erotis disetiap acara pernikahan. Hal demikian hanya berlaku
dibeberapa desa saja dan masih banyak desa lain yang masih menerima pertunjukan
seperti itu.
Dua bulan yang lalu saat liburan masih banyak
ditemukan pertunjukan-pertunjukan candoleng-doleng disepanjang jalan.
Peminatnya masih terlihat dimana jalan masih depenuhi oleh penonton yang tidak
terhitung jumlahnhya. Pertunjukan candoleng-doleng bukan hanya tontonan untuk
orang dewasa melainkan juga anak-anak dan bahkan cewek juga ikut
menyaksikannya.
Upaya-upaya diatas bukan hal yang dibuat-buat oleh
para penyanyi, hal seperti itu menjadi tuntuntan Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pemilik elekton tidak hanya memangil penyanyi melainkan punya
beberapa pertimbangan yaitu mampu bergoyang dan tentunya mempunyai tubuh yang
menarik. Upaya-upaya para penyanyi menjadi sebuah kewajiban supaya mereka dapat
dipanggil oleh pemilik elektone, selain itu pemilik elekton juga menggunakan
cara seperti misalnya membayar lebih tinggi atau dapat dikatakan bonus kepada
penyanyi yang mampu bergoyang dan mampu meramaikan pertunjukan
candoleng-doleng. Secara tidak sadar setiap biduan mengejar bonus itu dan
mengupayakan sekuat tenaganya supaya dapat dibandingkan beberapa biduan
lainnya.
Rasa malu terhadap penyanyi sebenarnya masih ada
tetapi ini merupakan tuntutan buat mereka jika ingin mendapatkan upah yang
lebih tinggi. Salah satu cara mereka agar dapat maksimal diatas panggung adalah
minum atau mabuk, karena dengan cara seperti itu mereka dapat lebih rileks dan
lebih bebas diatas panggung.
Dengan berbagai penjelasan diatas maka timbullah
persepsi sendiri bahwa upaya-upaya penyanyibukan asli dorongan dalam dirinya
karena mereka masih menggunakan alkohol sebagai pendorong untuk mereka lebih
aksi diatas panggung, dan mereka sendiri masih punya rasa malu dimana mereka
masih memilih tempat-tempat tertentu yang pastinya tidak ada orang yang mereka
kenal.
Melihat pertunjukan candoleng-doleng sebagai suatuh
wadah mencari kepentinganm antara pemilik elektone dan penyanyi menjadi sebuah
hal yang kontras diuman pemilik modal mengupayakan keintektualannya sedangkan
penyanyi sendiri mengupayakan harga dirinya,dan pada akhirnya kedua kepentingan
tercapai dengan cara yang berbeda.
Pertunjukan candoleng-doleng sudah layak dipandaang
sebagai wadah pengeksploitasian, selain itu juga terdapat degradasi gender dan
sekaligus degradasi moral. Dalam konteks seperti ini kita dapat melihat
kedudukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki diman perempuan hanya
sebagai tontonan dan hiburan yang dinikmati oleh banyak orang, namun yang dinikmati
bukan dari kemampuan mereka pada umunya tetapi harga diri mereka yang menjadi
hiburan masyarakat umum. Jika kita berbicara moral sebagai manusia yang
berbudaya dan manusia yang beragama maka kedudukan moral adalah paling utama
dalam hidup, apalagi khusnya masyarakat makasar yang memegang prinsip siri na pacce mereka sudah tidak ada
lagi rasa malu dengan hanya karena kebutuhan ekonomi.
Kesimpulan
Pertunjukan candoleng merupakan wadah dalam mencari kepentingan baik
dari pemilik modal maupun biduan sehingga cara dalam meraih kepentingan
keduanya terdpat pengeksploitasian. Meski penyanyi tidak merasa tereksploitas
dalam wadah tersebut tetapi kenyataanya sangat Nampak, penyanyi mencari
kepentingan berdasarkan kemampuan dan menjual harga dirinya sedangkan pemilik
modal mencari kepentingan berdasarkan keintelektuannya. Jika memang
keintelektualan dan kekayaan itu hadir sebagai pengeksploitaisan maka apalah
upaya orang yang tidak mampu seperti mereka, berbicara keadilan maka halo yang
terjadi diatas sangat Nampak ketidak adilannya.
Pemilik elekton
mengpayakan caranya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam
memilioh biduan bukan sekedar memilih melainkan banyak pertimbangan dan
memberikan bonus tertentu buat penyanyi lebih aktif secara tidak sadar mengajak
para penyanyi untuk biasa ber_aksi diatas panggung sesuai kemampuan yang
dimilik tanpa ada lagi pertimbangan malu, pemilik modal mengupayakan hadirnya
minuman supaya para penyanyi dapat bergoyang diatas panggung diluar dari
kontropl yang normal.
Dengan hadirnya pertunjukan candoleng-doleng maka
berbagai perspektif muncul diman konflik social antara yang pro dan kontra.
Jika dilihat lagi dari segi hokum maka pertun jukan tersebut dianggap salah
satu aksi porno. Selain itu penghasilan-penghasilan yang dianggap kempentingan
utama bagi pemilik elekton ternyata nampaknya tidak pada jalan yang benar.
Dalam pertunjukan candoleng-doleng dapat disimpulkan bahwa keintelektualan
pemilik elektone dpat mengeksploitasi gender sehingga menghilangkan nilai-nilai
humanis baik masyarakat penonton dan khusunya wanita sebagai biduan atau
penyanyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar